Kedatangan wisatawan Arab yang ingin 'jajan' kenikmatan ini telah berlangsung cukup lama, sampai merubah wajah wilayah Cisarua (tepatnya di sekitar daerah Ciburial dan Warung Kaleng) menjadi bak sebuah kota kecil di Timur Tengah, dengan setiap kantor Travel, minimarket, warung rokok, sampai barbershop memasang Papan bertuliskan huruf Arab.
Ernan Rustia, seorang peneliti Universitas IPB (Institut Pertanian Bogor), pernah melakukan investigasi terhadap fenomena ini menyatakan: keberadaan 'lokalisasi prostitusi dadakan' ini menimbulkan persoalan sosial yang menyebabkan masyarakat setempat mengalami krisis identitas & krisis moral, memotivasi gadis-gadis setempat untuk alih profesi menjadi pemuas birahi karena tergiur oleh uang REAL yang dibawa oleh Arab-Arab hidung belang.
Konyolnya, berdasarkan investigasi Ustad yang turun langsung ke TKP, tak jauh dari lokasi prostitusi dadakan Cisarua tersebut terdapat Wilayah FPI (FRONT PEMBELA ISLAM), sebuah ormas yang kita tahu gemar melakukan operasi sweeping menggerebek tempat-tempat yang dianggap praktek maksiat (mabuk, judi & asusila) demi menegakkan Syariat & dengan dalih lamban-nya gerak aparat.
Namun melihat kenyataan praktek prostitusi tumbuh subur tak jauh dari wilayah mereka, membuat kita bertanya, "apa sebenarnya MOTIF sweeping FPI?", mengapa ada STANDAR GANDA? Apakah menegakkan Syariat hanya berlaku untuk warga etnis Tionghoa? Tidak berlaku bila pelaku maksiatnya etnis sebangsa dengan Habib Rizieq Shihab? Atau apakah karena setoran keamanan dari Cisarua lancar, tidak seperti setoran tempat-tempat lain di Jakarta?
Apapun jawabannya, ini adalah sebuah BUKTI KEMUNAFIKAN "amar ma'ruf nahi mungkar" dari ormas Preman berkedok Islam. Semoga pada masa pemerintahan Jokowi ini ada perubahan kebijakan, tidak seperti era SBY sang 'Ratu Kompromi' yang berfalsafah Everybody must Happy, termasuk elemen radikal & intoleran pun ikut menikmati kebebasan bereksistensi.
Kawasan Puncak makin terdesak Fulus Arab & Prostitusi
http://www.merdeka.com/
Post a Comment
Post a Comment